Rabu, 02 November 2011

kajian prosa fiksi

1. Perbedaan prosa fiksi dan non fiksi Prosa Fiksi adalah kisahan atau ceritera yang diemban oleh palaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian ceritera tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu ceritera. (aminuddin, 2002:66). Sedangkan M. Saleh Saad dan Anton M. Muliono (dalam Tjahyono, 1988:106) mengemukakan pengertian prosa fiksi (fiksi, prosa narasi, narasi, ceritera berplot, atau ceritera rekaan disingkat cerkan) adalah bentuk ceritera atau prosa kisahan yang mempunyai pemeran, lakuan, peristiwa, dan alur yang dihasilkan oleh daya imajinasi. Nonfiksi adalah karya sastra yang dibuat berdasarkan data – data yang otentik saja, tapi bisa juga data itu dikembangkan menurut imajinasi penulis Nonfiksi dibagi menjadi 2
• Nonfiksi Murni : adalah buku yang berisi pengembangan berdasarkan data – data yang otentik
• Nonfiksi Kreatif : berawal dari data yang otentik kemudian pengembangannya berdasarkan imajinasiyang pada umumnya dalam bentuk novel, puisi, prosa Menurut tingkat pemakaian, nonfiksi kreatif dibagi menjadi 2 sub pokok :A. Nonfiksi kreatif yang sering dipakai B. Nonfiksi kreatif yang jarang dipakai 2. Jelaskan dengan contoh, kajian prosa fiksi dalam sastra Indonesia Kata prosa diambil dari bahasa Inggris,pr o s a . Kata ini sebenarnya menyaran pada pengertian yang lebih luas, tidak hanya mencakup pada tulisan yang digolongkan sebagai karya sastra, tapi juga karya non fiksi, seperti artikel, esai, dan sebagainya.
Jenis– Jenis Prosa– Fiksi Prosa Modern Dari khasanah sastra modern, kita mengenal Ada beberapa jenis karya prosa fiksi, yaitu novel, novelet, dan cerita pendek (cerpen).

1) Cerita Pendek (cerpen) Sesuai dengan namanya, cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa yang pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif. Menurut Edgar Allan Poe, sastrawan kenamaan Amerika, ukuran pendek di sini adalah selesai dibaca dalam sekali duduk, yakni kira-kira kurang dari satu jam. Adapun Jakob Sumardj dan Saini K.M (1995:30) menilai ukuran pendek ini lebih didasarkan pada keterbatasan pengembangan unsur-unsurnya. Cerpen memiliki efek tunggal dan tidak kompleks. Cerpen ,dilihat dari segi panjangnya, cukup bervariasi. Ada cerpen yang pendek (short short story), berkisar 500-an kata; ada cerpen yang panjangnya cukupan (middle short story), dan ada cerpen yang panjang (long short story) biasanya terdiri atas puluhan ribu kata. Dalam kesusastraan di Indonesia, cerpen yang diistilahkan dengan short short story, disebut dengan cerpen mini. Sudah ada antologi cerpen seperti ini, misalnya antologi : Ti Pulpen Nepi Ka Pajaratan Cinta. Contoh untuk cerpen-cerpen yang panjangnya sedang (middle short story) cukup banyak. Cerpen-cerpen yang dimuat di surat kabar adalah salah satu contohnya.. Adapun cerpen yang long short story biasanya cerpen yang dimuat di majalah. Cerpen „”Sri Sumariah” dan “Bawuk” karya Umar Khayam juga termasuk ke dalam cerpen yang panjang ini.

2) Novelet Di dalam khasanah prosa, ada cerita yang yang panjangnya lebih panjang dari cerpen, tetapi lebih pendek dari novel. Jadi, panjangnya antara novel dan cerpen. Jika dikuantitaatifkan, jumlah dan halamannya sekitar 60 s.d 100 halaman. Itulah yang disebut novelet. Dalam penggarapan unsur-unsurnya : tokoh, alur, latar, dan unsur-unsur yang lain, novelet lebih luas cakupannya dari pada cerpen. Namun, dimaksudkan untuk memberi efek tunggal

3) Novel Kata novel berasal dari bahasa Italia,novella, yang berati barang baru yang kecil. Pada awalnya, dari segi panjangnyan oovella memang sama dengan cerita pendek dan novelet. Novel kemudian berkembang di Inggris dan Amerika. Novel di wilayah ini awalnya berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi, seperti surat, biografi, dan sejarah. Namun seiring pergeseran masyarakat dan perkembangan waktu, novel tidak hanya didasarkan pada data-data nonfiksi, pengarang bisa mengubah novel sesuai dengan imajinasi yang dikehendakinya

3. Mengapa Prosa fiksi tidak memerlukan fakta-fakta Agar tidak terjadi kekeliruan, pengertian prosa pada buku ini dibatasi pada prosa sebagai genre sastra. Dalam pengertian kesastraan, prosa sering diistilahkan dengan fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discourse). Prosa yang sejajar dengan istilah fiksi (arti rekaan) dapat diartikan : karya naratif yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, tidak sungguh-sungguh terjadi di dunia nyata. Tokoh, peristiwa dan latar dalam fiksi bersifat imajiner. Hal ini berbeda dengan karya nonfiksi. Dalam nonfiksi tokoh, peristiwa, dan latar bersifat faktual atau dapat dibuktikan di dunia nyata (secara empiris).

4. Kajian prosa fiksi terdiri dari beberapa tahap, Jelaskan! Di dalam prosa fiksi, terdapat unsur-unsur pembangun yang disebut unsur intrinsik. Yang termasuk unsur intrinsik, yaitu: tema, alur, penokohan, latar, amanat, sudut pandang, dan gaya bahasa. a. Tema Tema ialah inti atau landasan utama pengembangan cerita. Hal yang sedang diungkapakan oleh pengarang dalam ceritanya. Tema dapat bersumber pada pengalaman pengarang, pengamatan pada lingkungan, permasalahan kehidupan, dan sebagainya. Misalnya, tentang cinta, kesetiaan, ketakwaan, korupsi, perjuangan mencapai keinginan, perebutan warisan, dan sebagainya. b. Alur/Plot Alur ialah jalan cerita atau cara pengarang bercerita. Alur dapat disebut juga rangkaian atau tahapan serta pengembangan cerita. Dari mana pengarang memulai cerita mengembangkan dan mengakhirinya. Alur terdiri atas alur maju, alur mundur (flash back), alur melingkar, dan alur campuran. Tahapan-tahapan alur yaitu: (1) pengenalan (2) pengungkapan masalah (3) menuju konflik (4) ketegangan (5) penyelesaian Perhatikan skema berikut: c. Penokohan Penokohan ialah cara pengarang mengambarkan para tokoh di dalam cerita. Penokohan terdiri atas tokoh cerita, yaitu orang-orang yang terlibat secara langsung sebagai pemeran sekaligus penggerak cerita dan orang-orang yang hanya disertakan di dalam cerita. Dan watak tokoh, yaitu penggambaran karakter serta perilaku tokoh-tokoh cerita. Untuk menimbulkan konflik, biasanya di dalam cerita ada tokoh yang berperan penting dengan kepribadian yang menyenangkan dan ada tokoh yang berseberangan tindak-tanduk dan perilakunya dengan tokoh sentral tersebut. Tokoh utama disebut dengan tokoh protagonis dan lawannya adalah tokoh antagonis. Cara pengarang menggambarkan para tokoh cerita ialah dengan secara langsung d?elaskan nama tokoh beserta gambaran fisik, kepribadian, lingkungan kehidupan, jalan pikiran, proses berbahasa, dan lain-lain. Dapat juga dengan cara tidak langsung, yaitu melalui percakapan/dialog, digambarkan oleh tokoh lainnya, reaksi dari tokoh lain, pengungkapan kebiasaan tokoh, jalan pikiran, atau tindakan saat menghadapi masalah. d. Latar/Settiing Latar cerita adalah gambaran tentang waktu, tempat, dan suasana yang digunakan dalam suatu cerita. Latar merupakan sarana memperkuat serta menghidupkan jalan cerita. e. Amanat Amanat cerita adalah pesan moral atau nasehat yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita yang dikarangnya. Pesan atau nasehat disampaikan oleh pengarang dengan cara tersurat yakni d?elaskan oleh pengarang langsung atau melalui dialog tokohnya; dan secara tersirat atau tersembunyi sehingga pembaca baru akan dapat menangkap pesan setelah membaca keseluruhan isi cerita. f. Sudut Pandang Pengarang Sudut pandang pengarang atau point of view ialah posisi pengarang dalam cerita. Posisi pengarang dalam cerita terbagai menjadi dua, terlibat dalam cerita dan berada di luar cerita. a. Pengarang terlibat di dalam cerita. Terdiri atas pengarang sebagai pemeran utama (orang pertama), isi cerita bagaikan mengisahkan pengalaman pengarang. Selain itu, keterlibatan pengarang dalam cerita juga dapat memosisikan pengarang hanya pemeran pembantu. Artinya, pengarang bukan tokoh utama atau sentral namun ia ikut menjadi tokoh, misalnya cerita tentang kehidupan orang-orang terdekat pengarang, ayah, ibu, adik, atau sahabat seperti roman sastra berjudul “Ayahku” yang dikarang oleh HAMKA. b. Pengarang berada di luar cerita, terdiri atas pengarang serbatahu. Ia yang menciptakan tokoh, menjelaskan jalan pikiran tokoh, mengatur dan mereka semua unsur yang ada di dalam cerita. Selain itu, pengarang berada di luar cerita dapat hanya menjadikanpengarang sebagai pengamat atau disebut sudut pandang panoramik. Pengarang menceritakan apa yang dilihatnya, sebatas yang dilihatnya. Ia tidak mengetahui secara bathin tokoh-tokoh cerita. Posisi pengarang seperti ini biasanya terdapat pada cerita narasi yang berupa kisah perjalanan. g. Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah bagaimana pengarang menguraikan ceritanya. Ada yang menggunakan bahasa yang lugas, ada yang bercerita dengan bahasa pergaulan atau bahasa sehari-hari. Ada juga yang bercerita dengan gaya satire atau sindiran halus, menggunakan simbol-simbol, dan sebagainya. Penggunaan bahasa ini sangat membantu menimbulkan daya tarik dan penciptaan suasana yang tepat bagi pengembangan tema serta alur cerita. Setiap pengarang besar biasanya sudah memiliki ciri khas penggunaan bahasa dalam ceritanya.

5. Prosa fiksi menghendaki para penelaah mengembangkan imaginasi sebebas-bebasnya.Mengapa? Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Fiksi tidak sepenuhnya berupa khayalan. Membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus sama dan memang tak perlu disamakan dengan kebenaran yang berlaku didunia nyata. Hal itu disebabkan dunia fiksi yang imajinatif dengan dunia nyata masing-masing memiliki sistem hukumnya sendiri. Dunia kesastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang mendasarkan diri pada fakta. Karya fiksi tersebut dikenal dengan sebutan fiksi nonfiksi (nonfiction fiction).

6. Peranan penulis diperlukan untuk menonjolkan ketrampilan berbahasa Karena peranan penulis mempengaruhi unsur ekstrinsik adalah unsur yang barada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi karya sastra. Misalnya keadaaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.

7. Hubungan kajian prosa fiksi dan pengajaran pragmatic memiliki hubungan yang sangat erat (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.

8. Wacana kajian prosa fiksi sebagai pembuka menuju pemahaman bahasa yang baik Sejauh ini, kegemaran masyarakat membaca karya-karya prosa-fiksi masih terbatas pada tujuan hiburan. Sementara, manfaat-manfaat lainnya tidak banyak dieksplorasi dan disadari. Padahal, membaca dan mengapresiasi karya prosa-fiksi bermanfaat dalam mengasah kepekaan rasa, mempertajam dan memperkaya wawasan dan kepekaan sosial, budaya, dan religi, serta meningkatkan kemampuan berbahasa.

9. Kajian prosa fiksi , apresiasi secara komprehensif memegang peranan penting, jelaskan! Cerita pendek, novel, atau cerita-cerita dalam berbagai bentuk lainnya, merupakan bacaan-bacaan yang ada di masyarakat. Namun, sejauh mana masyarakat memerlukan atau membutuhkan bacaan-bacaan tersebut dalam kehidupan mereka dan menggemarinya, sampai saat ini memang belum ada data akurat yang menjelaskannya. Walaupun demikian, dari pengamatan terhadap tingginya oplah penjualan buku-buku berjenis di atas pada tahun-tahun belakangan ini, terlihat bahwa masyarakat mulai menggemari bacaan-bacaan tersebut. Kegemaran ini memang masih terbatas pada novel-novel atau cerpen-cerpen yang memang tengah populer, atau pada bacaan-bacaan yang ringan saja, namun hal ini dapat menjadi jalan untuk meningkatkan minat dan apresiasi mereka terhadap karya sastra, dalam hal ini prosa-fiksi.

10. Tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan prosa fiksi di Indonesia Karya dari Manado (Raumanen), Kalimantan (Upacara oleh Korie Layun Rampan), Sulawesi Selatan (Pembayaran oleh Sinansari Ecip), Bali (Tarian Bumi oleh Oka Rusmini), Nusa Tenggara Timur (Sang Guru karya Gerson Poyk), Kalimantan (Tuyet karya Bur Rasuanto), Jawa Tengah (Umar Kayam dan Arswendo Atmowiloto yang menunjukkan masyarakat priyayi; Ahmad Tohari menunjukkan masyarakat santri; Kunto Wijoyo dan Muhammad Diponegoro menunjukkan kelompok masyarakat sastri kota). Karya pengarang dari Jawa itu, misalnya: Para Priyayi, Canting, Satinah dan Wasripin, Ronggeng Dukuh Paruk, dan Mantra Pejinak Ular.Pengarang dari Jawa Barat (Sunda) antara lain: Ramadhan K.H. dengan karyanya Royan Revolusi; dari Irian (Papua) antara lain Dewi Linggarjati (karyanya Sali Kisah Seorang Wanita Suku Dani), Ircham Mahfoedz (karyanya Ratu Lembah Baliem), Don Richardson (karyanya Anak Perdamaian).

Tidak ada komentar: